Monday, April 7, 2008

Menatap Nagekeo

(Catatan Akhir Tahun untuk Kabupaten Nagekeo)
Oleh Isidorus Lilijawa


Pada tanggal 8 Desember 2006 yang lalu, ada eforia massa yang pecah di wilayah Nagekeo. Paripurna DPR RI mengesahkan beberapa kabupaten baru di Indonesia, salah satunya adalah Kabupaten Nagekeo. Luapan kegembiraan hadir di mana-mana, dalam diri orang-orang Nagekeo, entah para pencetus, tokoh pemerintahan kabupaten induk maupun masyarakat biasa. Romantisme suksesnya pemekaran itu memang patut disyukuri. Toh setiap keberhasilan layak dirayakan, apalagi perjuangan itu demi hayat hidup orang banyak.
Setahun telah dilalui. Kabupaten Nagekeo telah melewati tahun pertama otonominya. Banyak pasang mata sedang menatap ke sana untuk melihat apa yang sedang terjadi di sana. Dalam masa setahun ini, ada banyak peristiwa penting yang terjadi di kabupaten baru itu, misalnya; terpilihnya penjabat bupati, pelantikan anggota DPRD, pembentukan struktur pemerintahan dengan sejumlah SKPD-nya, mulainya pembangunan beberapa kantor pemerintahan dan tes CPNS perdana untuk Nagekeo.
Dalam usia setahun itu pula, kita bisa menyaksikan gelora pembangunan di Nagekeo, mendengar dan membaca kritik-kritik yang dilontarkan terhadap kebijakan pejabat pemerintahan dan harapan-harapan masyarakat terhadap para pengelola kabupaten baru itu. Kabupaten Nagekeo baru berusia bayi. Belum tepat rasanya untuk menjatuhkan vonis atas kebijakan-kebijakan para pengelola kabupaten baru itu. Tetapi itu tidak berarti kita membiarkan kabupaten baru itu berjalan tanpa kendali dan kontrol. Walau masih seusia bayi, namun pertumbuhan dan perkembangannya perlu dikontrol, diarahkan, dikendalikan agar tidak menyimpang dari tujuan pembentukannya. Sedikit bernuansa biblis, kita tentu berharap Nagekeo kelak menjadi tanah Kanaan di NTT, tanah yang penuh susu dan madunya. Bukan sebaliknya menjadi miseropolis (kota penuh kesengsaraan) seperti Sodom dan Gomora.
Setahun setelah terbentuk, Kabupaten Nagekeo mulai berbenah diri secara fisik. Saat saya menikmati perjalanan dari Ende menuju Mbay, ibukota Kabupaten Nagekeo awal Desember lalu terlihat banyak pembenahan fisik yang mulai dibuat. Jalan raya dari terminal Aegela menuju Mbay sedang dalam pengaspalan. Jembatan-jembatan telah diperbaiki. Tiang-tiang listrik berkabel telah berdiri sepanjang jalan. Di dataran Mbay sendiri sedang dibangun gedung-gedung perkantoran sesuai rancang umum tata ruang kota. Kehidupan warga Mbay sendiri mulai menggeliat. Tanah-tanah kosong sepanjang jalan banyak yang sudah dipagari. Malah mulai ada pembangunan rumah-rumah dan tempat usaha. Jika sebelumnya, kota Mbay hanya diterangi listrik pada malam hari, saat ini listrik menyala 24 jam.
Saat dalam perjalanan kembali ke Ende, saya sempat mampir di terminal Mbay. Sambil menunggu kendaraan, saya terlibat pembicaraan dengan beberapa rekan yang senasib sebagai pengguna terminal pagi hingga siang itu. Saya tersentak oleh lirik-lirik kisah minor yang dilontarkan mereka terkait situasi yang sedang terjadi di kabupaten baru itu. Tentang tes CPNS mereka berujar bahwa yang ada jatah besar untuk lulus adalah mereka yang mempunyai ‘orang dalam’ atau anak-anak para pejabat setempat. Mengenai stuktur pemerintahan, mereka mengeluh bahwa sepertinya “struktur ramping” yang digagas semenjak awal pembentukan daerah otonomi itu bakal gagal mengingat ada cukup banyak “orang berjasa” yang perlu diberi jatah menduduki pos-pos dinas, badan dan kantor sehingga kemungkinan partuslah “struktur gemuk”. Soal penempatan pegawai-pegawai ada yang katakan, para pegawai kebanyakan dari daerah sana karena pejabatnya dari sana, sedangkan orang-orang kami di sini kurang sekali bahkan tidak ada. Mereka serentak mempertanyakan kejujuran, keadilan dan komitmen pengelola pemerintahan di kabupaten baru yang mereka cintai itu. Dalam usia setahun, sudah ada banyak kisah tentang Kabupaten Nagekeo. Ada kisah gembira, namun ada kisah pilu.
Jauh-jauh hari sudah ada diskusi oleh sekelompok orang yang peduli Nagekeo untuk menemukan sistem pengendalian atas perkembangan kabupaten baru itu. Tanggal 27 Januari 2007, di aula Bung Karno Penerbit Nusa Indah digelar diskusi bulanan dengan tema “Mengisi Daerah Baru” yang digagas oleh SKH Flores Pos dan Mingguan Dian. Saya ingat yang hadir saat itu adalah dokter Johanes Don Bosco Do, Aloisius B Kelen, Frans Anggal, Frans Obon, Umar Ibnu Alkhatab, Theo Uheng Koban, Pater Markus Tulu SVD, Anton Harus, Nela Mada, Marianus Ritan, Kanis Nangge, Gusty Masan Raya, Frans Mado, Donatus Karo, Bastian Limahekin, Moses Nggesu, Lukas Lege, Alfons Sakura, Rosa Dalima. Semuanya terlibat dan aktif membongkar ide dan konsep, membolak balik data dan fakta untuk saling memberi isi dan mengisi agar daerah pemekaran baru betul-betul terisi dan berisi.
Terkait dengan daerah pemekaran baru Nagekeo, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan. Saya mengangkat kembali awasan kelompok diskusi ini bukan sekadar sebuah perulangan semata, tetapi sebagai sebuah ruang pembelajaran bagi masyarakat Nagekeo saat ini dan para pengelola kabupaten baru itu. Dan hemat saya, berbagai nada minor rekan-rekan di atas sebenarnya bisa dibaca dalam konteks beberapa fenomen berikut.
Pertama, fenomen ‘laskar lapar’. Pemekaran wilayah baru bisa menciptakan peluang baru untuk para birokrat meraih kekuasaan apalagi di daerah induk ada instansi yang dimerger. Arus ramai-ramainya para birokrat melobi pejabat setempat untuk mendapatkan posisi di daerah baru masuk dalam konteks ini. Walau tidak semua birokrat menghidupi fenomen ini, namun tidak mustahil ada yang menerapkannya. Laskar lapar adalah mereka yang lapar kuasa, lapar jabatan, lapar modal. Mereka bahkan berani mengorbankan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain. Padahal rakyat dalam konsep pemekaran adalah mereka yang siap dilayani para pelayan bernama birokrat, pemerintah, dan partai politik. Namun, visi dasar pemekaran seringkali diselewengkan oleh praktik birokrasi yang KKN, yang justru menempatkan rakyat sebagai objek.
Dalam usia setahun ini, kita bisa mengevaluasi apakah di kabupaten Nagekeo saat ini sedang bergentayangan para laskar lapar itu? Pengalaman kurang lebih setahun menjadi daerah otonomi baru setidaknya memberikan pembelajaran tertentu kepada rakyat Nagekeo. Struktur gemuk yang dicemaskan sebagian kalangan tentu beralasan. Kehadiran struktur semacam ini menempatkan para birokrat pada posisi dominan dan perlahan-lahan meminggirkan rakyat pada posisi yang tidak menguntungkan. Melawan struktur semacam ini mau tidak mau rakyat mesti diberdayakan. Rakyat Nagekeo harus menjadi tuan atas dirinya sendiri. Rakyat bukan pelayan para birokrat. Rakyat adalah investor yang pertama karena mereka mempunyai tanah, rumah, tradisi dan tatanan adat. Rakyat dan kebutuhannya adalah tujuan pelayanan birokrat. Pada konteks ini, rakyat mesti hadir sebagai entitas yang tahu diri, yang tidak mudah ‘menjual diri’ berhadapan dengan politik birokrasi.
Kedua, fenomen virus Indonesia. Munculnya daerah baru cenderung membuka peluang bagi menyebarnya virus Indonesia. Virus ini sifatnya kronis yang berwujud perilaku koruptif, nepotis dan primordial. Ia menyebar ke daerah-daerah pemekaran baru dengan perantara para birokrat yang menjadi bagian dari ‘laskar lapar’ dan rakyat yang mudah menjual kedaulatannya. Jika virus ganas HIV (Human Immunodeciency Virus) penyebab AIDS menyerang sistem kekebalan tubuh yang menyebabkan tubuh rentan terhadap penularan penyakit, maka virus Indonesia menyerang sistem pertahanan batin dan sistem kekebalan nurani, menyebabkan orang suka menyunat dana itu dan itu, suka nepo dengan pihak-pihak yang menguntungkan dan bisa mematikan sistem demokrasi kerakyatan, menumpulkan senjata moral dan etika politik.
Untuk kabupaten baru seperti Nagekeo, tugas pemerintah dan masyarakat setempat memang tidak mudah untuk mengeliminasi virus Indonesia ini. Beragam praktik politik kotor; perselingkuhan politis legislatif dan eksekutif, perselingkuhan proyek antara birokrat dan kontraktor, perselingkuhan hukum pejabat dan aparat penegak hukum, mengindikasikan bahwa virus ini sudah menyerang sistem pertahanan nurani kita. Kita bisa menatap Nagekeko saat ini. Apakah proses tender proyek sarat nepotisme? Apakah tes CPNS terindikasi penuh kolusi dan primordial? Jika ada indikasi ke arah sana, maka kita telah menjadi bagian dari penyebaran virus laknat itu.
Salah satu akibat berkecambahnya virus Indonesia adalah jalannya roda pembangunan tanpa roh. Pengamat politik nasional, Daniel Sparingga mengatakan sistem demokrasi kita menghasilkan demokrasi zombie karena ada badan tetapi tak punya jiwa. Untuk mengembalikan demokrasi zombie menjadi manusia lagi, demokrasi perlu diberi roh, nilai dan etika. Bila diterapkan dalam upaya mengisi daerah baru, kita bisa menyaksikan bahwa pembangunan kita selama ini kehilangan rohnya. Banyak aturan dan produk hukum yang dibuat untuk menggenjot kesejahteraan rakyat, namun kesejahteraan itu terasa masih begitu jauh dari jangkauan rakyat. Anehnya, aturan dan produk hukum itu justru menggemukkan para pejabat publik dan birokrat kita.
Ketiga, fenomen kabupaten swasta atau kabupaten negeri. Dalam diskusi setahun lalu itu ada pertanyaan, apakah kabupaten Nagekeo itu kabupaten swasta atau kabupaten negeri? Kabupaten swasta secara sederhana dimengerti sebagai kabupaten yang menghasilkan uang, yang giat memberdayakan seluruh potensi wilayahnya untuk menyejahterakan rakyatnya, yang menggunakan semua kemampuan dan sumber daya daerah guna mempercepat pembangunan. Sebagai kabupaten swasta, pengelola kabupaten harus tahu bagaimana memanfaatkan padang penggembalaan, tambak garam, potensi kelautan, pertanian dan perkebunan, juga potensi-pontesi wisata yang ada.
Ini tentu berbeda dari paham kabupaten negeri yang berharap penuh pada DAK dan DAU dari pusat, lalu menjadi kabupaten yang konsumtif, yang hanya tahu minta dan menghabiskan uang negara, yang juga bisa menjadi kabupaten ‘minta-minta’, kabupaten ngemis ‘investor akan’ padahal ada ‘investor sudah’ yakni rakyat sebagai kekuatan utama pembangunan daerah.
Kabupaten Nagekeo akan jadi kabupaten swasta jika rakyat benar-benar diberdayakan, potensi daerah dikembangkan dan birokrat bekerja hanya untuk kepentingan rakyat, bukan tipe birokrat ‘laskar lapar’. Menjadikan Nagekeo kabupaten swasta bukan hanya tugas pemerintah tetapi tugas seluruh rakyat Nagekeo. Sudah saatnya klik-klik kedaerahan dieliminir. Yang ada saat ini adalah kabupaten Nagekeo, bukan kabupaten Mbay, kabupaten Nangaroro, kabupaten Boawae ataupun kabupaten Mauponggo. Seperti halnya kabupaten Ngada bukan kabupaten Bajawa. Itu berarti tugas pemerintah adalah menciptakan kesejahteraan bagi seluruh warga Nagekeo, bukan untuk daerah-daerah tertentu karena ada hubungan kekerabatan dan asal-usul (genealogis).
Untuk masyarakat Nagekeo, hendaknya filosofi kekitaan itu bukan sekadar barang usang yang tertumpuk di gudang kearifan lokal yang mulai tak terjamah. Kekitaan sebagai kabupaten Nagekeo harus nyata dalam keseharian; dalam ruang politis maupun kebijakan birokrasi. Masyarakat Nagekeo dan Ngada misalnya mengenal ungkapan-ungkapan berikut: ka mui papa fala, minu miu papa pinda (makanlah sepiring, minumlah secangkir); papa molo nee hoga woe, papa meku nee doa delu (berbaiklah dan bersahabatlah dengan sanak kerabat); ine kita sa watu mite, ebu kita sa lalu toro (ibunda kita satu, leluhur kita esa); kita negha tiwo bhila ana bio, negha mutu bhila ana kolo (kita berhimpun bagai burung pipit, kita berkumpul bagaikan tekukur) – (Catatan editor, Rancang Bangun Nagekeo: 2007). Filosofi ini harus jadi roh yang hidup dalam ruang-ruang batin setiap warga dan ruang-ruang pelayanan publik.
Otonomi Nagekeo baru berjalan selama setahun. Belum apa-apa. Tetapi yang penting adalah kita meletakkan dasar yang kokoh untuk kabupaten baru ini. Meletakkan dasar itu tidak mudah karena bukan asal dasar. Dasar yang kokoh itu adalah dasar kebenaran, kejujuran, kepedulian pada rakyat, demokrasi kerakyatan, keterbukaan, clean and good government. Saat ini pembangunan fisik sedang gencar-gencarnya dilaksanakan di kabupaten Nagekeo. Gencarnya pembangunan fisik tidak boleh melupakan pembangunan sumber daya manusianya. Pembangunan SDM itu tidak saja nyata dalam proses pemberdayaan masyarakat, tetapi yang tak kalah penting adalah merubah mentalitas para pejabat publik dan birokrat yang ada di Nagekeo. Tanpa merubah mentalitas dari laskar lapar menjadi abdi masyarakat; dari yang terkontaminasi virus Indonesia menjadi pejabat dan birokrat yang bersih dan jujur, dari orientasi kabupaten negeri menjadi kabupaten swasta, kabupaten Nagekeo akan terseok-seok menuju tujuannya.
Guru besar manajemen kelas dunia Peter Drucker pernah berujar, tidak ada negara yang miskin dan terbelakang. Yang ada hanyalah negara yang tidak terkelola dengan baik. Kita sepakat dengan pandangan Peter Drucker. Tidak ada daerah yang miskin dan terbelakang. Yang ada hanyalah daerah yang tidak terkelola dengan baik. Tidak ada Nagekeo yang miskin dan terbelakang, yang ada hanyalah Nagekeo yang tidak terkelola dengan baik.
Catatan akhir tahun ini hanyalah secuil refleksi bagi pemerintah dan masyarakat Nagekeo. Jika selama setahun ini ada arah yang menyimpang, luruskanlah. Bila ada kebijakan yang salah dan berat sebelah, berbenahlah. Bila ada nada-nada minor, terbukalah dan revisilah kebijakan. Tahun 2008 telah menanti kita. Dan di tahun yang baru, kabupaten Nagekeo akan berpacu dengan waktu meraih impiannnya. Kiranya kita memasuki tahun yang baru ini dengan semangat pertobatan demi Nagekeo tercinta.

Alumnus STFK Ledalero,
Penulis Buku Mengapa Takut Berpolitik?

1 comment:

Unknown said...

Lolos PNS Guru di lingkungan Kemenag jatim) Berawal dari keinginan kuat untuk mengikuti test tertulis CPNS yang dilaksanakan oleh PEMDA JATIM tepatnya di kab SIDOARJO dimana saya tinggal, saya pun ikut berpartisipasi mengkutinya. Namun sebenarnya bukan sekedar hanya berpartisipasi tapi terlebih saya memang berkeinginan untuk menjadi seorang PNS. karena tanggal 5 Desember 2013 yang lalu saya pun mengikuti Test CPNS yang diselenggarakan oleh PEMDA JATIM dengan harapan yang maksimal yaitu menjadi seorang PNS. Kini tanggal 18 Desember 2013, pengumuman test kelulusan tertulis itu diumumkan. Dengan sedikit rasa cemas dan bercampur tidak karuan menyelimuti pikiranku. Rasa pesimiskupun timbul, karena pengumuman yang di informasikan adalah tertanggal 15 Desember 2013 namun di undur tanggal 21Desember 2013. Dengan mengucapkan BISMILLAH, aku pun masuk ke halaman kantor BKD untuk melihat hasil pengumuman test tertulis CPNS. Dan Syukur Alhamdulillah saya pun LULUS diurutan ke 2 dari 1 formasi yang aku ikuti di Kabupaten SIDOARJO Prov JAWA TIMUR. Dan berikut peringkat screen shoot yang saya jepret menggunakan Ponsel kesayangku. Puji Syukur tak henti-hentinya aku panjatkan ke Hadirat Allah SWT, atas rezeki yang diberikan kepadaku.dan untuk hasil ini saya ucapkan terimakasih kepada : 1. Orang Tua, Saudara-saudaraku; Tetap mensupport aku selama 3 bulan terakhir ini, terimakasih Mama juga buat teman-temanku terimakasih semuanya. 2. Terimakasih khususnya Bpk.Drs.DEDE DJUNAEDHY M.SI beliau selaku petinggi BKN PUSAT,dan dialah yang membantu kelulusan saya,alhamdulillah SK saya tahun ini bisa keluar.jadi bagi temen2 yang ingin LULUS seperti saya silahkan anda hubungi Direktur pengadaan PNS Drs.DEDE JUNAEDY M.SI,0878 4299 6999.wassalam...