Thursday, April 24, 2008

Gunakan Nurani!!!

(Catatan seputar Pilgub NTT)
Oleh Isidorus Lilijawa

Sebuah baliho berdiri kokoh di pojok kiri kantor KPU Provinsi NTT Jalan Polisi Militer 2 Kupang. Terpampang dengan jelas tulisan “gunakan nurani”. Di bagian bawahnya ada gambar seekor burung merpati dan tulisan: Pemilihan gubernur dan wakil gubernur NTT 2008 – KPU Provinsi NTT. Tulisan “gunakan nurani” menjadi motto dan semboyan pemilihan gubernur dan wakil gubernur NTT pada tanggal 2 Juni 2008 mendatang. Pertanyaan kita, mengapa kata-kata itu yang dipilih?

Kecerdasan nurani
Ada sebuah tesis mendasar berkaitan dengan pembangunan di NTT yakni supaya NTT bisa keluar dari kubangan kemiskinan, supaya nasib NTT menjadi lebih baik, agar NTT menjadi provinsi yang maju, para pemimpin NTT, pemerintah, dan masyarakat mesti memiliki kecerdasan nurani. Kecerdasan nurani tidak dimaksudkan sebagai kecerdasan emosional atau spiritual semata. Tidak juga cuma kecerdasan intelektual, sosial dan finansial. Kecerdasan nurani mengatasi semuanya dan mencakup semuanya.
Sayang bahwa sudah selama 50 tahun usia NTT, kecerdasan nurani masih menjadi sebuah ideal belaka. Para pemimpin mengumbar janji untuk menjadi pemimpin bernurani, namun mereka tidak paham dan selanjutnya tidak merealisasikan janji-janji itu dalam praksis yang lahir dari tanur nurani. Meminjam istilah Featherstone, dunia perpolitikan kita menjadi dunia ‘seolah-olah’ (virtual reality). Demokrasi katanya, nepotisme praktinya. Divestasi katanya, memperkaya kantong pribadi praktiknya. Menangkap koruptor katanya, konspirasi dengan pelaku praktiknya. Masyarakat NTT pun kian tergerus gelombang kepentingan diri, narsisme, hingga mengabaikan bisikan terdalam dari relung-relung nurani yang masih bertutur tentang kebenaran, keadilan, kehormatan dan kedamaian.
Memasuki usia emas NTT dan pemilu kepala daerah di banyak tempat mulai dari provinsi hingga kabupaten, ada banyak harapan masyarakat yang terungkap baik melalui temu wicara, dialog, diskusi maupun debat kusir. Salah satu di antara berbagai harapan itu adalah orang yang menjadi pemimpin NTT harus benar-benar bernurani. Pemimpin NTT adalah pemimpin yang mengutamakan hati nurani, bukan nafsu untuk menguasai.
Harapan di atas mengindikasikan bahwa kecerdasan nurani adalah kebutuhan untuk pemimpin dan masyarakat di NTT saat ini. Para pemimpin harus tahu hati nurani rakyat (baca: kebutuhan) rakyat. Rakyat harus bisa memilih pemimpin yang bernurani (baca: jujur, bertanggung jawab, bermoral). Pemimpin dan rakyat NTT harus menggunakan nurani agar menjadi orang-orang yang tahu diri, tahu tugas, tahu tanggung jawab. Kebutuhan akan kecerdasan nurani inilah yang hemat saya melahirkan motto pemilihan gubernur dan wakil gubernur NTT.
KPU NTT selaku penyelenggara pemilu kepala daerah level provinsi ini tentu tidak bermuluk-muluk dengan motto “gunakan nurani” dalam pemilu gubernur/wakil gubernur 2 Juni mendatang. Sepintas, motto ini adalah kata suruhan, perintah kepada orang lain (baca: rakyat) untuk mengaktifkan hati nurani, menggunakan nurani dalam memilih para pemimpin NTT untuk 5 tahun ke depan. Artinya, rakyat harus pandai menganalisis para calon pemimpin dari aspek kecerdasan intelektual, sosial, emosional, finansial, dan kecerdasan spiritual. Karena kecerdasan nurani mencakup semuanya, maka tidak cukup menjatuhkan pilihan pada salah satu paket hanya karena cerdas secara sosial, namun tidak cerdas secara finansial misalnya. Secara sosial dalam pergaulan dan hidup bermasyarakat sangat baik, namun ia tidak bisa membedakan mana uang pribadi, mana uang rakyat. Ini yang patut dipertimbangkan.
Seruan “gunakan nurani” tidak sebatas untuk rakyat. Seruan itu diperuntukan juga buat para calon pemimpin, kandidat gubernur dan wakil gubernur NTT saat ini agar menggunakan kebeningan nuraninya dalam proses suksesi ini. Ini berarti pasangan calon harus menghindari money politics, obral janji saat kampanye nanti, berbagai praktik pembodohan masyarkat melalui tim sukses dan kader-kader pendukung di lapangan. Rakyat, siapapun dia adalah pribadi bermartabat yang patut dihormati. Karena itu, jangan nodai martabat rakyat dengan janji-janji palsu, iming-iming proyek. Menggunakan nurani berarti juga para calon itu harus saling menghormati, bertarung secara ksatria, tidak ada black campaign atau fitnah sana sini untuk merugikan paket lain.
Seruan “gunakan nurani” juga merupakan otokritik bagi penyelenggara pemilu kepala daerah pada level provinsi maupun kabupaten. Untuk konteks provinsi, para penyelenggara (baca: KPU) harus mengutamakan nurani bukan kepentingan-kepentingan sesaat. Tentu saja ada banyak godaan dan tawaran berkaitan dengan proses suksesi ini dalam memenangkan salah satu pasangan calon. Namun, kecerdasan nurani harus tetap berbicara ketimbang godaan materi, jabatan, fulus dan kenikmatan-kenikmatan lainnya.

Logika hati
Blaise Pascal yang hidup antara tahun 1623-1662 membuat demarkasi antara pengetahuan ilmiah dan iman – religius. Menurutnya, rasionalitas tak dapat diterapkan secara tak terbatas dalam bidang moral dan agama. Dengan jalan intuisi, manusia mampu menangkap kekayaan dan kedalaman hidupnya sendiri. Jalan intuisi ini disebut esprit definesse (semangat ketajaman intuisi). Karena akal manusia bersifat kognitif, maka ia tak mampu menemukan dan meyakini hukum dan norma-norma. ‘Hati memiliki alasan-alasannya sendiri yang tidak dikenal oleh akal’ (le coeur a ses raisons le raison ne connait point). Ini berarti bahwa menyangkut pengalaman penghayatan hidup religius dan moral, akal budi sendiri tak mampu memberikan pemahaman yang utuh. Penghayatan hidup moral dan religius hanya dapat dihayati dengan membuka hati untuk menerima unsur-unsur pengetahuan tersebut yang berada di luar jangkauan akal budi. Menurut Pascal, ada logika khusus untuk itu yakni ‘logika hati’.
Selain Pascal, muncul pula Santo Agustinus yang mengedepankan Filsafat Hati (Philosophia Cordis). Bagi Agustinus, cor (hati) merupakan pusat pribadi dan organ kesatuan subtansial manusia. Philosophia cordis Agustinus memberikan pada hati peranan penting dalam proses epistemologis manusia, terutama dalam pengetahuan religius dan moral. Ini mengindikasikan peran urgen hati dalam teori pengetahuan Agustinus. Walaupun ia tahu bahwa hati bisa sesat, namun ia menemukan dimensi lain dari hati yakni cor rectum (hati yang tulus, murni) yang berfungsi sebagai norma dalam kehidupan moral manusia.
Rakyat NTT diharapkan memiliki logika hati dalam menganalisis dan menentukan siapa yang bakal menjadi gubernur dan wakil gubernur 5 tahun mendatang. Logika hati, mendengar nurani mutlak perlu ketika rasio kita mudah dibohongi oleh penampilan, kata-kata para calon pemimpin. Rasio kita kadang buntu saat berhadapan dengan pilihan urusan perut atau mau urus kepentingan orang banyak. Rasio kita mudah tunduk pada lembaran-lembara fulus. Logika hati menyadarkan kita bahwa masih ada ruang bening dalam diri untuk bercermin; apakah kita menjadi orang baik atau orang jahat selama masa suksesi hingga pencoblosan nanti.
Dr. Karmel Husein, seorang ahli fisika dan mantar Rektor Universitas Ibrahim, Kairo menulis: “Di dalam daya-daya kodrati dan inteleknya manusia masih memiliki hati nurani, suatu percikan terang ilahi. Terang inilah yang menunjukan kebaikan dan kejahatan. Ketika manusia kehilangan hati nurani, tiada sesuatu pun yang lain yang dapat menggantikannya. Karena hati nurani manusia adalah obor dan terang ilahi. Tanpa itu manusia tidak memperoleh bimbingan. Bila manusia tidak memiliki hati nurani sebagai pembimbingnya, maka segala kebajikan akan runtuh dan berubah menjadi kejahatan”.
Apa yang diungkapkan oleh Dr. Karmel ini menjadi bahan refleksi dan pedoman arah bagi rakyat dan calon-calon pemimpin di NTT ini dalam masa suksesi saat ini. Hati nurani merupakan guru moral dan instansi tertinggi dalam pengambilan suatu keputusan, terlebih keputusan menyangkut hayat hidup orang banyak, keputusan publik. Ini berarti, setiap tindakan, tutur kata, sikap dan perilaku manusia hendaknya terpancar dari tanur nuraninya. Hati nurani berperan sebagai kategori imperatif. Ia memutuskan apa yang baik dan apa yang buruk. Nurani menuntut orang untuk amar ma’ruf nahi mungkar (melakukan yang baik dan menolak yang jahat). Suksesi pemimpin NTT sebagai bagian dari proses politik tentu membutuhkan nurani untuk menyingkap kekotorannya dan menghalau “kebusukannya”. Hati nurani merupakan “conditio sine qua non dalam proses politik yang bertujuan bonum commune.
Untuk para calon gubernur dan wakil gubernur NTT, hati nurani menjadi syarat mutlak untuk membangun spirit kepemimpinan di NTT ini. Karena sebagaimana kata C Wright Mills, dunia perpolitikan dewasa ini (baca: di NTT) dipenuhi dengan the higher immorality- di mana terjadi konspirasi imoralitas kaum elite yang diyakini merupakan ancaman serius terhadap demokrasi. Mills memakai istilah ini ketika menggambarkan hilangnya kepekaan moral-moral insesibilitas di kalangan para pejabat publik. Immoralistis itu mencakup penyelenggaraan pemerintahan yang tidak bersih, manipulasi biaya-biaya perjalanan, manipulasi opini publik, korupsi politik dan berbagai praktik ilegal secara sistemik dan terlembaga yang kemudian menodai demokrasi.
Satu hal yang mesti diperhatikan oleh rakyat dan calon pemimpin NTT adalah upaya mentahtakan kembali hati nurani pada singgasana terhormatnya sebagai ‘guru moral’, meminjam istilah Henry Newman. Hal ini harus menjadi prioritas mengingat hati nurani senantiasa memastikan pilihannya pada nilai-nilai kebaikan, kejujuran dan kebenaran. Saya sepakat dengan buah pemikiran Michel Foucalt yang menggagas apa yang disebut political spirituality (kerohanian politik). Politik in se tak dapat melepaskan diri dan jaring-jaring norma etis moral. Moralitas politik harus menyatakan dalam pelayanan, pengabdian dan keberanian menolak konspirasi yang merugikan rakyat. Selamat menggunakan nurani.

Isidorus Lilijawa, Tamatan STFK Ledalero.


1 comment:

Beny Uleander said...

Salama jumpa. perkenalkan, saya beny uleander kerja di koran pak oles. Kalau bisa teman Isidorus sumbang juga artikel "nasional" ke kpo bali. Artikel refleksi teman bagus-bagus bisa untuk memperkaya khasanah pemikiran kaum muda progresif di negeri ini. Terima kasih.
blog: www.benyuleander.blogspot.com dan www.koranpakoles.blogspot.com homepage www.pakoles.com


Redaksi menerima artikel di bidang sosial politik, ekonomi, budaya, agama, lingkungan hidup, kesehatan, tinjauan sosial dan kajian psikologis. Artikel diketik dengan spasi rangkap, maksimal 2.5 halaman kwarto (maksimal 4.000 karakter dengan spasi untuk format digital) disertai curriculum vitae, foto diri terbaru (berwarna), fotocopy (scan) KTP atau identintas pengenal lainnya, alamat, no tlp/hp, no rek. bank. Penulis artikel yang tidak mengirim biodata diri yang lengkap, maka tulisannya tidak akan dipublikasikan. Kirim ke e-mail: koranpakoles@yahoo.co.id